Fasilitasi dan Mediasi Pemkot Bontang dan Pemkab Kutai Timur Terkait Batas Wilayah, Gubernur Harum: Utamakan SPM bagi Masyarakat

Nety     18x     Berita

JAKARTA-Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) memfasilitasi pertemuan Kepala Daerah Kota Bontang dan Kepala Daerah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dalam rangka tindak lanjut Keputusan Sela Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perselisihan batas wilayah antara kedua daerah tersebut.

Pertemuan yang digelar di Ruang Jempang Kantor Badan Penghubung Provinsi Kaltim di Jakarta, Kamis, 31 Juli 2025, dihadiri Gubernur Kaltim H Rudy Mas’ud (Harum), Ketua DPRD Kaltim H Hasanuddin Mas’ud, Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan (BAK) Kemendagri Dr Safrizal, Sekprov Kaltim Sri Wahyuni, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman, Ketua DPRD Kutim Jimmi, Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni dan Wakil Wali Kota Agus Haris, Ketua DPRD Bontang Andi Faisyal Sofyan Hasdam, serta Bupati Kutai Kartanegara Aulia Rahman Basri.

Dalam mediasi ini dihasilkan empat poin yang termuat dalam berita acara dan ditandatangani oleh peserta rapat mediasi. Poin pertama, Pemkot Bontang dalam fasilitasi mediasi ini mengusulkan Dusun Sidrap seluas 164 hektare menjadi bagian wilayah administrasi Kota Bontang. Kedua, terhadap permohonan Pemkot Bontang menjadi wilayah administrasi Kota Bontang, Pemkab Kutai Timur dan DPRD Kutai Timur menolak usulan Pemkot Bontang. Ketiga, rapat menyepakati Gubernur Kaltim dan kedua belah pihak (Pemkot Bontang dan Pemkab Kutim) akan melakukan survei lapangan. Keempat, Gubernur Kaltim akan melaporkan hasil surrvei lapangan kepada Mahkamah Konstitusi.

Gubernur Harum mengungkapkan pertemuan ini sebagai bentuk menjalankan perintah dari Keputusan Sela MK untuk melakukan fasilitasi dan mediasi antara Pemkot Bontang dan Pemkab Kutim, terkait perselisihan batas wilayah tepatnya di wilayah Dusun Sidrap, seluas kurang lebih 164 hektare.

“Kita menjalankan aturan, tidak melanggar aturan. Saran kami, persoalan ini juga harus melihat aspek-aspek lainnya, tidak dari aspek hukum saja. Kita lihat aspek sejarahnya, ekonomi, sosial, budaya, pelayanan pendidikan, kesehatan, termasuk aspirasi masyarakat,” ungkap Harum.

“Jangan berdasarkan peta yang memisahkan kita. Tapi peta ini adalah memperjelas tanggung jawab kita semua. Intinya ini bukan untuk memisahkan kita. Semuanya masih dalam satu kesatuan di bawah Pemprov Kaltim. Kalau NKRI itu harga mati,” tegasnya.

Gubernur Harum meminta agar penyelesaian persoalan melalui mediasi ini diharapkan tetap mengutamakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bagi masyarakat. SPM terdiri dari enam sektor, yaitu pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan rakyat, ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, serta sosial.

“Ini menjadi tanggung jawab kita sebagai pemerintah daerah. Utamakan standar pelayanan minimal bagi masyarakat. Itu tujuan utamanya. Pelayanan publik untuk kesejahteraan masyarakat,” pinta Harum.

Dirjen BAK Kemendagri, Dr Safrizal, menyampaikan bahwa Kemendagri dalam hal ini Ditjen BAK melakukan supervisi dan akan melaporkan hasil dari pertemuan mediasi ini kepada MK.

“Yang jelas semua harus berorientasi kepada masyarakat,” ucap Safrizal singkat.

Tampak hadir, Asisten Pemerintahan dan Kesra Setprov Kaltim M Syirajudin, Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Siti Sugiyanti, Kepala Biro Hukum Suparmi, jajaran Pemkot Bontang dan Pemkab Kutim. (her/ky/adpimprovkaltim)

Bagikan Postingan ini :
26